22 September 2011

JAKARTA MASA DEPAN akan semakin canggih











Proyek MRTakan dimulai dengan pembangunan jalur MRT 14.5 km dari Terminal Lebak Bulus hingga Stasiun Dukuh Atas. Pembangunan jalur pertama ini akan menjadi awal sejarah pengembangan jaringan terpadu dari sistem MRT yang merupakan bagian dari sistem transportasi massal DKI Jakarta pada masa yang akan datang. Pengembangan untuk meneruskan jalur Dukuh Atas menuju Stasiun Kota yang akan disebut jalur utara -selatan serta pengembangan jalur timur-barat.
Ini merupakan simbol bahwa kota Jakarta akan menjadi kota yang sejajar dengan kota Megapolitan Asia seperti Singapura, Hongkong, Bangkok, New Delhi, Seoul dan Tokyo

Spesifikasi Dasar dari Jalur MRT mencakup                                               

- 12 Stasiun (4 stasiun bawah-tanah dan 8 stasiun layang)
- 14.3 km Panjang Jalur (dari Lebak Bulus ke Dukuh Atas)
- Beberapa stasiun kunci akan menjadi stasiun terpadu dengan moda transportasi massal lainnya seperti busway, kereta jabodetabek, Monorail dan Waterway.
- Kereta dan lokomotif akan berstandar internasional (berpendingin udara, dan teknologi terdepan untuk keselamatan penumpang)
- Operasi Otomatis dengan ketepatan waktu yang tinggi
- Eskalator dan Lift pada setiap stasiun

Rencana Spesifikasi Layanan Penumpang

Proyek MRT merupakan loncatan signifikan ke depan dalam modatransportasi massal berbasis rel. Sebagai sebuah konsep yang telahmatang di dunia, tidak memiliki pembanding dalam hal kenyamanan,kecepatan, kapasitas dan reliabilitas. Selain itu, proyek ini juga bisamenjadi acuan dalam efektifitas dalam perencanaan arsitektur yangberkelanjutan

- Waktu Perjalanan diperkirakan 28 menit dari Lebak Bulus ke Dukuh Atas
- Proyeksi Penumpang 200.000 – 300.000 per hari
- Rencana Kecepatan 27 km/jam
- Waktu antar kereta 5,5 menit
- Kapasitas pada Waktu Tersibuk 16.600 penumpang

Sejarah
1990 – 1999

Penyusunan Masterplan Angkutan Umum Terpadu Jabodetabek tahun 1990-1992 oleh Departemen Perhubungan yang mengusulkan Pola Transportasi Terpadu antara Kereta Api, Light Rail, dan Bus.
Basic Design oleh Konsorsium Indonesia-Jepang-Eropa tahun 1995-1996 dengan kesimpulan bahwa proyek ini tidak layak dilakukan dengan skema pembiayaan swasta penuh (BOT) karena biaya yang dapat ditutup dengan perolehan tiket hanya sebesar 15%.
Revised Basic Design oleh Departemen Perhubungan pada tahun 1999 yang mengusulkan agar proyek ini dibiayai oleh Pemerintah dengan partisipasi swasta yang minimal.

2000

Studi Kelayakan MRT (Subway) oleh Tim Studi JICA pada tahun 2000 yang menekankan pentingnya pembangunan Subway di Jakarta akan tetapi agar proyek ini layak dibiayai perlu keterlibatan Pemerintah dalam pembiayaannya.

2002

JICA Study on Integrated Transportation Master Plan II, pada tahun 2002-2004 yang juga menekankan prioritas pada pembangunan Subway

2004

Dikeluarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 84 tentang Pola Transportasi Makro (PTM) yang merupakan masterplan penanganan masalah transportasi di Jakarta. Salah satu solusi masalah transportasi adalah dibangunnya sarana transportasi massal yang prima dan terintegrasi dengan moda tranportasi lainnya. Sarana transportasi massal dimaksud adalah Mass Rapid Transit (MRT).
Tanggal 2 Maret 2004 Gubernur Provinsi DKI Jakarta telah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) antara Departemen Perhubungan RI dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tentang Pengembangan MRT dengan prioritas Koridor Lebak Bulus-Fatmawati-Blok M-Monas-Kota.
Berdasarkan MoU tersebut, pada bulan Juli 2004 Departemen Perhubungan mengeluarkan studi Implementation Program for Jakarta MRT System (Lebak Bulus-Dukuh Atas)

2005

Studi pada tahun 2004 direvisi pada bulan Maret 2005 menjadi Revised Implementation Program (Revised IP) for Jakarta MRT System (Lebak Bulus-Dukuh Atas). Atas dasar studi Revised IP tersebut, Pemerintah Republik Indonesia mengajukan permintaan kepada Pemerintah Jepang untuk membiayai proyek pembangunan MRT di Provinsi DKI Jakarta.
Pada pertengahan bulan Desember 2005 telah diperoleh beberapa kesepakatan yang dituangkan dalam Minutes of Discussion (MoD) yang ditandatangani oleh pihak Japan Bank for International Cooperation (JBIC), Bappenas, Departemen Perhubungan serta Pemprov DKI Jakarta.

2006

Memorandum on Engineering Services (MoES) telah ditandatangani pada 18 Oktober 2006 antara Pemerintah Indonesia dan JBIC sebagai dasar persetujuan pinjaman.
Loan Agreement Tahap 1 (L/A 1) ditandatangani pada 28 November 2006, berdasarkan syarat-syarat yang sebelumnya telah disepakati dalam Minutes of Discussion (MoD) dan Memorandum on Engineering Services (MoES) dengan pinjaman sebesar ¥1,869 Milyar yang dipergunakan untuk pembiayaan:

- Konsultasi Penyusunan Basic Design (Engineering Services)
- Konsultasi Manajemen, untuk membentuk dan mengembangkan PT MRT Jakarta
- Konsultasi Pengadaan, untuk membantu PT MRT Jakarta melelang proyek sebagai implementasi dari basic design yang dihasilkan kegiatan pada butir 1 diatas

2007

Dengan telah direvisinya Undang-Undang Nomor 13 tahun 1992 tentang Perkeretaapian menjadi Undang-Undang Nomor 23 tahun 2007, maka kewenangan penyelenggaraan sarana prasarana perkeretaapian yang sedianya dikuasai oleh pemerintah pusat melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kini dapat diselenggarakan oleh Badan Usaha yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah. Berdasarkan peraturan yang berlaku, terdapat 3 (tiga) jenis badan usaha yang dapat dibentuk oleh Pemerintah Daerah, yaitu Badan Pengelola (BP), Perusahaan Daerah (BUMD/PD), dan Perseroan Terbatas (BUMD/PT). Ditinjau dari perspektif management, baik BP maupun BUMD/PD tidak memiliki fleksibilitas yang cukup untuk alih daya (outsource) maupun bekerjasama dengan sektor swasta, sehingga beresiko terjadinya inefisiensi karena terbatasnya pendanaan dari Pemerintah Daerah. Sementara BUMD/PT memiliki fungsi yang sama dengan sektor swasta sehingga mampu memanfaatkan sumberdaya eksternal secara maksimal.
Kajian SAPI (Special Assistance For Project Implementation) dan SAPMAN (Special Assistance for Procurement Management) dilakukan oleh pihak JBIC untuk membantu DepHub dan Pemprov DKI Jakarta dengan tujuan sebagai berikut:
Tujuan Studi SAPI:

- Revitalisasi rapat Sub Komite MRT
- Penyelarasan persepsi dari para stakeholders
- Kesepakatan atas roadmap jangka panjang dan key milestones keseluruhan proyek
- Pembentukan mekanisme monitoring terhadap perkembangan proyek
- Pengembangan kapasitas kepemimpinan dalam PT MRT Jakarta di waktu yang akan datang.

Tujuan Studi SAPMAN:

- Membantu menyusun dokumen yang dibutuhkan untuk pengadaan konsultan basic design, management consultant, dan tender assistance, dimana didalamnya termasuk TOR, LOI, SL dan kriteria untuk melakukan evaluasi.

2008

PT Mass Rapid Transit Jakarta (PT MRT Jakarta) didirikan pada tanggal 17 Juni 2008, setelah terlebih dulu mendapatkan persetujuan DPRD Provinsi DKI Jakarta melalui Peraturan Daerah No 3 Tahun 2008 mengenai Pembentukan BUMD PT MRT Jakarta dan Peraturan Daerah No 4 Tahun 2008 mengenai Penyertaan Modal Daerah di PT MRT Jakarta.
PT MRT Jakarta bergerak dalam bidang pengangkutan darat, dimana kegiatan usahanya terdiri dari penyelenggaraan prasarana dan sarana perekeretaapian umum perkotaan yang meliputi pembangunan, pengoperasian, perawatan dan pengusahaan prasarana dan sarana MRT, dan termasuk juga pengembangan dan pengelolaan kawasan di sekitar depo dan stasiun MRT.
PT MRT Jakarta memiliki struktur kepemilikan sebagai berikut:

- Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta: 99%
- PD Pasar Jaya: 1%

Selanjutnya, PT MRT Jakarta bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan mulai dari tahap Engineering Service, Construction hingga Operations dan Maintenance. Dalam tahap Engineering Service, PT MRT Jakarta bertanggung jawab terhadap proses Pre-Qualification dan pelelangan kontraktor. Dalam tahap konstruksi, PT MRT Jakarta mewakili Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menandatangani kontrak dengan kontraktor pelaksana konstruksi, dan konsultan yang membantu proses pelelangan kontraktor, serta konsultan management dan operasional. Sedangkan dalam tahap operations dan maintenance, PT MRT Jakarta bertanggung jawab terhadap pengoperasian dan perawatan termasuk memastikan agar tercapainya jumlah penumpang yang cukup untuk memberikan revenue yang layak bagi perusahaan.
PT MRT Jakarta didesain dan didirikan berdasarkan rekomendasi studi dari JBIC dan telah disetujui dalam kesepakatan antara JBIC dan Pemerintah Indonesia, untuk menjadi satu pintu pengorganisasian penyelesaian proyek MRT ini. Berdasarkan pengalaman lampu, ketidak-adaan satu pintu ini menyebabkan ketidakpastian tanggung jawab yang bisa berakibat keterlambatan proyek.



Sumber :MRT Jakarta dan Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar